03 Januari 2013

GARAM KEHIDUPAN

Suatu ketika, hiduplah
seorang tua yang bijak. Pada
suatu pagi, datanglah
seorang anak muda yang
sedang dirundung banyak
masalah. Langkahnya gontai
dan air muka yang ruwet.
Tamu itu, memang tampak
seperti orang yang tak
bahagia. Tanpa membuang
waktu, orang itu menceritakan semua
masalahnya. Pak Tua yang
bijak, hanya
mendengarkannya dengan
seksama. Ia lalu mengambil
segenggam garam, dan
meminta tamunya untuk
mengambil segelas air.
Ditaburkannya garam itu
kedalam gelas, lalu
diaduknya perlahan. "Coba,
minum ini, dan katakan
bagaimana rasanya..", ujar
Pak tua itu.
"Pahit. Pahit sekali", jawab
sang tamu, sambil meludah
kesamping.
Pak Tua itu, sedikit
tersenyum. Ia, lalu mengajak
tamunya ini, untuk berjalan
ke tepi telaga di dalam
hutan dekat tempat
tinggalnya. Kedua orang itu
berjalan berdampingan, dan
akhirnya sampailah mereka
ke tepi telaga yang tenang
itu. Pak Tua itu, lalu kembali
menaburkan segenggam
garam, ke dalam telaga itu.
Dengan sepotong kayu,
dibuatnya gelombang
mengaduk-aduk dan tercipta
riak air, mengusik
ketenangan telaga itu.
"Coba, ambil air dari telaga
ini, dan minumlah". Saat
tamu itu selesai mereguk air
itu, Pak Tua berkata lagi,
"Bagaimana rasanya?".
"Segar.", sahut tamunya.
"Apakah kamu merasakan
garam di dalam air itu?",
tanya Pak Tua lagi.
"Tidak", jawab si anak muda.
Dengan bijak, Pak Tua itu
menepuk-nepuk punggung si
anak muda. Ia lalu
mengajaknya duduk
berhadapan, bersimpuh di
samping telaga itu.
"Anak muda, dengarlah.
Pahitnya kehidupan, adalah
layaknya segenggam garam,
tak lebih dan tak kurang.
Jumlah dan rasa pahit itu
adalah sama, dan memang
akan tetap sama. Tapi,
kepahitan yang kita rasakan,
akan sangat tergantung dari
wadah yang kita miliki.
Kepahitan itu, akan
didasarkan dari perasaan
tempat kita meletakkan
segalanya. Itu semua akan
tergantung pada hati kita.
Jadi, saat merasakan
kepahitan dan kegagalan
dalam hidup, hanya ada satu
hal yang bisa di lakukan.
Lapangkanlah dadamu
menerima semuanya.
Luaskanlah hatimu untuk
menampung setiap kepahitan
itu."
Pak Tua itu lalu kembali
memberikan nasehat.
"Hatimu, adalah wadah itu.
Perasaanmu adalah tempat
itu. Kalbumu, adalah tempat
kamu menampung segalanya.
Jadi, jangan jadikan hatimu
itu seperti gelas, buatlah
laksana telaga yang mampu
meredam setiap kepahitan
itu dan merubahnya menjadi
kesegaran dan kebahagiaan."
Keduanya lalu beranjak
pulang. Mereka sama-sama
belajar hari itu. Dan Pak
Tua, si orang bijak itu,
kembali menyimpan
"segenggam garam", untuk
anak muda yang lain, yang
sering datang padanya
membawa keresahan jiwa.

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com