08 Januari 2013

Sirup Atau Gula Pasir???

Tak ada yang lebih gusar
melebihi makhluk Tuhan
yang bernama gula pasir.
Pemanis alami dari olahan
tumbuhan tebu ini
membandingkan dirinya
dengan makhluk sejenisnya
yang bernama sirup.
Masalahnya sederhana. Gula
pasir merasa kalau selama
ini dirinya tidak dihargai
manusia. Dimanfaatkan, tapi
dilupakan begitu saja. Walau
ia sudah mengorbankan diri
untuk memaniskan teh
panas, tapi manusia tidak
menyebut-nyebut dirinya
dalam campuran teh dan gula
itu. Manusia cuma menyebut,
"Ini teh manis." Bukan teh
gula. Apalagi teh gula pasir.
Begitu pun ketika gula pasir
dicampur dengan kopi panas.
Tak ada yang mengatakan
campuran itu dengan kopi
gula pasir. Melainkan, kopi
manis. Hal yang sama ia
alami ketika dirinya
dicampur berbagai adonan
kue dan roti. Gula pasir
merasa kalau dirinya cuma
dibutuhkan, tapi kemudian
dilupakan.
Ia cuma disebut manakala
manusia butuh. Setelah itu,
tak ada penghargaan sedikit
pun. Tak ada yang
menghargai pengorbanannya,
kesetiaannya, dan perannya
yang begitu besar sehingga
sesuatu menjadi manis.
Berbeda sekali dengan sirup.
Dari segi eksistensi, sirup
tidak hilang ketika
bercampur. Warnanya masih
terlihat. Manusia pun
mengatakan, "Ini es sirup."
Bukan es manis.
Bahkan tidak jarang sebutan
diikuti dengan jatidiri yang
lebih lengkap, "Es sirup
mangga, es sirup lemon,
kokopandan," dan
seterusnya. Gula pasir pun
akhirnya bilang ke sirup,
"Andai aku seperti kamu.
"Sosok gula pasir dan sirup
merupakan pelajaran
tersendiri buat mereka yang
giat berbuat banyak untuk
orang banyak.
Sadar atau tidak, kadang
ada keinginan untuk diakui,
dihargai, bahkan disebut-
sebut namanya sebagai yang
paling berjasa. Persis
seperti yang disuarakan gula
pasir.
Kalau saja gula pasir paham
bahwa sebuah kebaikan kian
bermutu ketika tetap
tersembunyi. Kalau saja gula
pasir sadar bahwa setinggi
apa pun sirup dihargai, toh
asalnya juga dari gula pasir.
Kalau saja gula pasir
mengerti bahwa sirup
terbaik justru yang berasal
dari gula pasir asli.
Kalau saja para penggiat
kebaikan memahami
kekeliruan gula pasir, tidak
akan ada ungkapan, "Andai
aku seperti sirup!
Dalam kehidupan keseharian
kita entah di kantor, di
lingkungan rumah, maupun
lingkungan profesi sekalipun,
seringkali kita mendapati
ada orang-orang tertentu
seperti gula pasir yang
banyak berjasa bagi orang
lain tetapi tidak terliat,
tidak mendapatkan apresiasi
yang layak, dihargai
sumbangsihnya, maupun yang
lebih ekstrim adalah
dianggap sosok pelangkap
semata, bahkan dicibir dan
diremehkan.
Tak mengapa! Gula pasir
tetaplah bagaikan sosok
mutiara di antara lapiran
pekat Lumpur atau buah
kelapa diantara rimbuan
pohon di hutan belantara...
yang
Tetap memancarkan cahaya

Sumber : http://e-
motivasidiri.blogspot.com/

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com